AKU PERGI!

Aku bergegas pergi. Setelah mengagumi jiwamu yang hebat menahan pukul. Setelahnya, aku hendak beranjak tak mau meninggalkan jejak, kecuali pengertian-pengertian kemanusiaan dan pembebasan yang dengan sadar kucatat, kenyataan-kenyataan yang hidup, panjang berderetan kata-kata seperti koran untukmu, akhir desember kemarin.

Masih ingat kah kau.? Semoga. Kenapa semoga, karena kau punya hak sepenuhnya menentukan, mau menuju kemana langkah kakimu, juga hati dan pikiranmu.

Kau itu abstrak bukan main. Atau aku yang gagal memahamimu.? Entahlah.

Kau tau, semua tulisanmu aku baca. Kau pandai mengatur kata, menyambungkannya menjadi kalimat hingga paragraf. Menceritakan tentang dirimu sendiri. Hati, dan pikiranmu yang dipatahkan dan penuh keragu-raguan. Aku mengerti itu, tetapi atas keragu-raguan membuat aku bertanya-tanya, barangkali karena hari lalumu yang tak sudi menolong.? Barangkali karena cahaya impianmu yang indah.? Barangkali karena belum punya sikap yang berani.? Barangkali, barangkali dan barangkali itu ada karena tulisanmu yang berisik, seperti hati yang amuk, hingga tak begitu saja mudah dipahami oleh seorang lelaki awam samacam ku. hehehe. Tetapi tulisanmu penuh fantasi, membawa pikiran terbang mencari cahaya keindahannya ke mana saja namun semu, kosong dengan jawaban. tak ada ujung alias absrak. Bagiku.

Namun kau sederhana dalam bercerita. Juga jujur. Jujur.? Ya, hingga membuat aku mengerti. Aku harus bergegas pergi.

Mengapa.? Agar kita sama-sama bisa lebih dewasa memahami moral-moral kemanusiaan dan pembebasan, yang memang bukan tak mengenal batas-batas demarkasinya, termaksud cara kita berpikir manusiawi. Sebagaimana tulisanku untukmu kemarin. Masih adakah di hp mu yang berkamera bagus itu? Atau kah sudah terhapus.? Ah, itu urusanmu. Namun tulisanku hanya ingin mendorongmu untuk terus maju, berani memilih dan menentukan sikap pada kenyataan-kenyataan yang hidup itu. Antara yang tidak boleh dan yang boleh, yang merugikan banyak orang dan yang menguntungkan banyak orang. Itu saja.

Dan memang, kau punya pilihan. Bisa kah kali ini kau mau berani betul-betu mengerti bagaimana menentukan sikap sebagai sosok terpelajar.? Kan kita sama-sama sudah "dewasa", seperti nada dalam tulisanmu kemarin, belakangan itu. Iya kan.

Jika kau ingin bicara, ayok kita bicara. Aku kini hanya bisa menunggu. Bukan berarti aku tidak berani mengajakmu bicara, akh, itu hal yang lain. Tetapi itu pun, sekali lagi adalah hakmu. Kau yang menentukan langkah kakimu. Seperti itu pula denganku atau siapa pun dia.

Kali ini, ah ya, kali ini, memang, aku harus pergi. Selamat tinggal. Tak ada kata "sampai jumpa!".? Maaf.


Ternate, 17/10/2023

Lentera Merah.

Komentar

Postingan Populer