SELAMAT ULANG TAHUN, MAMAH

 

FOTO 2021, AKU dan MAMAHKU

Selamat ulang tahun, Mamah. 49 tahun usia mu kini, sejak 20 Oktober 1974 hingga hari ini.

Maafkan aku, Ma, merayakan hari ulang tahunmu hanya berupa tulisan macam begini. Kau tahu kenapa.? Karena aku tidak memahami seperti apa merayakan hari ulang tahun yang baik, benar, atau pun indah. Sebagaimana orang-orang pada umumnya itu. Kau pun, Ma, tidak pernah mengajariku saat pertama merengek-rengek hingga kini bagaimana ulang tahun dirayakan dengan gembira. Seperti itu pula aku pun tidak pernah melihatmu riang memuliakan hari yang disebut “hari ulang tahun”, hingga detik ini. Namun hal yang dilakukanmu hanyalah memasak, pergi ke sekolah menjalankan tugas sebagai pendidik, mengetik laporan-laporan, dan memperbaiki sumbuh kompor di dapur.

Maafkan aku ya, Mamah, anak sulungmu yang kebingungan, mau buat apa untukmu dihari yang menurut orang-orang sebagai suatu peristiwa agung, yang harus dirayakan dengan keindahan, penuh suka ria. Akh, Ma, Mamahku yang indah, kekasih impian Bapakku sejak muda. Jangan khawatir, kau tau kan, anak sulungmu tentu punya cara lain yang cerdik dan istimewah, untuk merayakan hari ulang tahunmu. Bukan dengan bunga-bunga, balon-balon bercorak rupa, minum-minuman mewah, atau pun kue-kue mahal. Hal itu belum sanggup aku berikan. Dan jika kelak mampu, tak akan aku berikan, karena tidak punya nilai-nilai keindahan yang sesungguhnya. Sekali lagi maafkan aku.

Lalu, apa yang mau aku melakukan di hari yang menurut umum suatu hal “istimewah” ini.? Apa yang aku bisa.? Akh, Mamah, yang aku bisa lakukan hari ini adalah menulis. Itulah cara lainku merayakan hari ulang tahunmu. Munulis cerita-cerita, prosa, puisi dan segala bahasa kemanusiaan di dalam kenyataan-kenyataan yang hidup. Maka biarkan aku bebas mencatatkannya ya, Ma, dengan kepala muda ku yang segar, merangkai kata-kata untuk menerangkan keindahan yang sebenarnya tentang kehidupan, hari ini dan masa depan.

Hari ini, hari ulang tahunmu, aku ingin menceritakan keindahan-keindahan itu, yang hidup pada dirimu dan erat kau memeluknya dengan penuh cinta, dedikasih dan pengorbanan. Tentu cerita-ceritanya hanya sebagai sebuah perayaan yang paling hebat dan istimewah untuk hari ulang tahunmu, dari anak sulungmu. Hahaha. Maafkan keunikanku, Ma. Beginilah cerita kenyataan-kenyataan yang hidup itu:

49 tahun, Mamah, bukan waktu yang pendek dalam hitungan masa kehidupan manusia. Karena setahun lagi kau menjenjangi kehidupan dimana kita menyebutnya masa yang telah sampai pada titik setengah abad. Dan aku pernah membaca, Ma, cerita-cerita tentang hidup dan kehidupan manusia, segala pergolakan yang terjadi di dalam kenyataan. Ia memberi setumpuk materi dan pengetahuannya, dimana orang-orang sibuk bermimpi, mengatur langkah, berlari, berjalan, orang-orang menangis, tertawa, sedih, gembira, bercampur aduk hingga timpang tindih di dalam kenyataan. Semua berlalu, datang, dan cepat berganti-ganti. Kejadian pada kenyataan-kenyataan itu kelak aku mengetahui sebutannya, peristiwa. Atau malapetaka, jika ada kesedihan yang paling dalam. Atau musibah. Tentu kau sudah jauh lebih mengerti itu, Ma, tetapi aku hanya ingin berbagi cerita saja.

Akh, Mamah, sebetulnya aku belum belajar apa-apa selama ini, maafkan aku, anak sulungmu yang bandel pada segala tingkah ketidakmanusiawian manusia iblis. Tetapi yang ku pelajari, Mamah, hanyalah cerita-cerita kehidupan. Dan karena itu, aku suka membaca sebab akibat kenyataan yang hidup, lalu mengabarkannya dengan menulis. Juga aku suka membaca buku-buku novel sejarah yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar Nusantara ini, dan aku mengimani catatan-catatannya yang betapa indah.

Aku pun teguh membaca tulisan yang dicatat oleh Semsar Siaahan, seorang mahasiswa abadi, Pragram Studi Seni Rupa di ITB, di Bandung, mahasiswa 80-an, yang berani membakar patung karya dosennya sendiri, karena baginya telah melecehkan nilai-nilai kesenian. Ia anak tentara, yang kelak aku mengetahui kakinya patah dihantam aparat karena ikut demonstrasi menentang pembredelan Media Tempo tahun 2002. Hingga belakangan aku bertemu tulisan-tulisan lain, seperti prosa dan puisi-puisi yang dirangkaikan keindahan kata-katanya, keindahan yang sebenarnya, yang mengenal prinsip kehidupan, yang berpendirian memeluk kemanusiaan, ditulis oleh Surya Anta Ginting, Danial Indrakusuma, aku pun membaca pidato-pidato Lukman Njoto juga dalam ulang tahun Harian Rakyat, ada di buku berjudul "Pers Dan Massa". Tak lupa dengan karya Wiji Thukul dan Khairil Anwar.

Akh, barangkali Mamah belum mengenal mereka, atau memang sama sekali tak pernah mengenal. Tetapi tak mengapa, Ma, nanti di lain waktu aku ceritakan kisah-kisah hebat tentang mereka kepadamu, Ma.

Mamahku, sekali lagi maafkan aku. Karena itulah, mengapa selama ini aku ikut demonstrasi, menerjang di jalanan dan jarang pulang ke rumah, kecuali engkau telpon berulang-ulang kali, lalu membohongiku ada sesuatu di rumah, supaya lekas pulang. Tetapi maafkan aku sekali lagi, anak sulung yang keras kepala pada sebab akibat ketidakadilan, yang ikut sertakan diri serta jiwa dan raga meneriaki pembodohan dan kebohongan manusia-manusia iblis yang mengakibatkan kemiskinan dan kesengsaraan, pemerkosaan dan kehancuran.

Ah Mamah, kan itu tidak salah, Ma. Anak mu ingin menjadi seorang pejuang kemanusiaan loh. Kan itu sesuatu yang hebat. Sebagaimana kau ceritakan kepadaku dahulu, tentang Ali dan Zulfikar di tangannya, yang berani menebas kepala orang-orang zalim. Iya kan. Kau juga lah yang ingin aku berjalan pada arah kehidupan yang "Sirotol'mustaqim", dan berjiwa yang "Rahmatan'lil'alamin". Akh, Mamahku, kita kan boleh bermimpi dan bebas bercita-cita apapun sebagai anak muda. Seperti dongeng-dongeng indahmu sebelum tidur itu. Iya kan.

Mamahku yang baik, cerita-ceritaku ini barangkali amat membosankan ya.? Sekali lagi maafkanku. Ampuni aku, Ma. Tetapi tolong biarkanlah ku tuntaskan cerita-cerita di hari ulang tahunmu ini.

Baiklah, aku sudah tidak akan menceritakan lagi tentang dunia mereka yang tak pernah ada urusan denganmu, juga tidak pernah kau ada disana dan mengalaminya. Tak mengapa, Ma, aku bisa melanjutkan cerita yang lain.

Hari ini, duhai Mamahku, dengan sadar atau tidaknya, engkau sudah memasuki kepala 4. Tidak muda lagi, memang. Meski pun belum renta. Diusia mu ini, Ma, barangkali sudah perlu mengenang-ngenang hari lalu, waktu-waktu yang lewat jauh di belakang. Iya kan. Hehehe. Tetapi maksudku, hari tempo silam itu bukan hanya tentang kesedihan dan tangis, duka kabung dan derita. Tetapi juga kenangan-kenanganmu yang indah-indah, yang paling indah bahkan. Kan itu juga perlu untuk menyegarkan pikiran. Karena kalau pikiran sudah segar, tubuh dan jiwa juga akan ikut segar. Kan begitu. Iya kan. Percayalah.

Mamah, aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan dan mengakhiri tulisan yang lompat-lompatan ini, tetapi biarkan aku lanjutkan seperti apa bakal jadinya. Terlalu banyak cerita-cerita dalam pergolakan, segala romantika yang hidup di lingkungan-lingkungan, kenyataan-kenyataan yang paling luas materi dan pengetahuannya, membikin aku begini riang mencatat untukmu dan tak tentu arah. Tetapi, Ma, dalam hidup ini aku, sosok bayi yang dahulu merengek, kini telah belajar menjadi kuat seperti baja, hebat kan, berjiwa yang tegar menahan segala pukulan, bahkan melewati ujian-ujian yang mengguncangkan, dan tahan banting. Tau kau, Ma, dari sosok dirimu-lah aku belajar memahami semua itu. Dirimu yang amat kesepian. Kesepian ditinggal mati kekasih hatimu yang seiya-sekata menjalani hidup, dia-lah Bapakku, untuk selama-lamanya tak bisa lagi bertemu, sampai kini tajuh tahun sudah berlalu. Kau, kesepian menjalani hidup di malam-malam yang penuh kegelisahan, hingga kegelisahan mengetuk pintu kamar tidurmu, masuk mengganggu tidur malammu yang mau bermimpi. Aku memahaminya di sorot matamu yang sayu dan kosong, Ma. Kau gemetar berpeluk tubuh kesepian seorang diri. 

Kau pun, Ma, mengerjakan semuanya dengan sendiri, menghidupi empat anak-anakmu yang bandel-bandel, menyekolakan dan mendidik dengan penuh kasih sayang. Aku menyaksikan kelelahan dan kesunyianmu, Mamahku. Akh, kini pikiranku melayang jauh pada saat-saat kau dan Bapak menyepakati sebuah impian untukku, dimana suatu kali Bapak nggak bicara, ia hanya menunjukan diri dengan sikap kebapakkannya. Aku membaca semua pergolakan itu dengan diam-diam, sejak lama. Maafkanku baru berani bercerita kini.

Ya, kau-lah yang bicara kepadaku, Mamah. Kau menerangkan dan melarangku menimba ilmu pengetahuan di Fakultas Hukum. Alasannya, karena tidak ingin aku menjadi manusia iblis yang suka memakai juba di suatu hari kelak. Singkatnya, kau tidak ingin aku menjadi seorang pencuri yang curang dengan kemuliaan ilmu pengetahuan. Alhasil, kelak kau ingin aku belajar menjadi seorang Perawat di tempat pendidikan bernama, Poltekes. Namun itu tidak berhasil. Kau kemudian berkeinginan aku menjadi Dokter di suatu hari, maka diharuskan belajar di Fakultas Kedokteran, yang waktu itu baru dibuka di Universitas Khairun, 2016. Kau mengimpikan aku kelak menjadi seorang yang bisa menyembuhkan orang-orang yang menderita kesakitan, jiwa dan raganya. Namun itu juga gagal karena banyak pertimbangan-pertimbangan dariku sendiri ketika lulus sekolah, Madrasyah Aliyah. Kau lalu bermimpi yang lain, dan hendak menawarkan kepada ku sendiri untuk memilih, bagaimana kalau menjadi seorang Ustadz, agar jiwa tenang ketika membaca Al-qur’an, katamu. Tetapi keinginan ini pun gagal. Bagiku itu tidak mungkin. Dan mulai saat itu, kau bisu seribu bahasa, tak lagi membicarakan tentang impian, cita-cita dan harapan untukku sampai saat ini.

Maafkan aku, Ma. Mamahku, ampuni aku. Sejak dahulu aku hanya ingin menjadi seorang manusia bebas, seperti apa yang dikatakan Pramoedya Ananta Toer, yang mungkin engkau tidak pernah mengenalnya. Ia berseru-seru untuk menjadi “manusia bebas, tidak mau diperintah dan tidak memerintah”. Tetapi aku mengerti dalam hal ini, bukan berarti tidak memiliki batas-batas ketika menerapkan ilmu dan pengetahuan, di dalam kehidupan. Iya kan. Begitu kan, Mamah.

Akh, Mamah, baiklah, aku ingin mengakhir tulisan lompat-lompat ini dengan mengucapkan: Maafkan aku, Mamah. Sujud tabikku kepadamu. Ampuni aku, anak sulungmu yang sekali lagi bandel pada ketidakadilan manusia iblis. Ya, selamat ulang tahun ke 49, Mamah. Panjang Umur. Sehat-sehat selalu. Semoga Allah SWT melimpah ruah rezeki untukmu. Aamiin.

Ternate, 20 Oktober, 2023

Lentera Merah

Komentar

Postingan Populer