TANI

Orang-orang baik itu namanya, Tani. Mereka manusia biasa yang tak pernah kenal pelit terhadap siapapun kecuali pada ketidakmanusiawian dan ketidakpedulian.

Tutur katanya sederhana, lembut, jujur, dan mudah dimengerti. Tidak seperti segelintir orang-orang sekolahan yang bervokal tajam tetapi mulutnya bau penuh kemunafikan.

Mereka tak benar-benar mengenal makna politik, kecuali berbuat kebajikan dan mengabdi pada tanah. Tanah, tempat kita mendirikan ibadah, rukuh, bersujud dan bermunajat kepada Tuhan.

Sekali lagi, orang-orang baik itu namanya Tani. Ketika subuh, alat-alat pencangkul tanah, pemangkas rumput, dan makanan telah disiapkan di dalam rantang untuk segera siap-siap bergegas mendendangkan langkah ke lahan kebunnya, saat-saat fajar baru pecah. Mereka mencangkul, menggarap tanahnya sendiri. Begitu bebas. Hingga riang menyambut hasil panen tiba.

Kenyataan-kenyataan yang hidup itulah membuat hatiku tergugah, merasa marah dan sedih bercampur-aduk ketika menyaksikan berhektar-hektar lahan-lahan Tani digusur atas nama hukum, agama, dan negara yang selalu mengukuhkan nasionalisme untuk hadirnya gedung keangkuhan pencakar langit. Dan juga asap tebal dari cerobong-cerobong perusahaan asing yang mengakibatkan Tani diusir dari pemukiman sendiri, anak-anaknya yang penuh cita-cita tak dapat kesempatan duduk di bangku pendidikan menggapainya.

Sekali lagi orang-orang baik itu namanya, Tani. Tak ada yang hebat dan istimewah dari Tani, kecuali disaat-saat matanya mengilau cahaya dan senyumnya melekuk riang memetik hasil panenannya yang melimpah.


Ternate, 23 Agustus 2024

Lentera Merah.

Komentar

Postingan Populer